Lompat ke isi utama

Berita

Tadarus Pengawas Pemilu 8 : Peran Perempuan dan Milenial dalam Pemilu/ Pemilihan

Aktivis Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Tri Hastuti Nur dalam Tadarus Pengawasan Pemilu Bawaslu RI, menyatakan bahwa penyelenggaran Pemilihan di Indonesia menghadapi beberapa permasalahan, diantaranya terkait akurasi data pemilih serta politik sara yang masih terus terjadi pada setiap ajang pemilihan baik Pilkada, Legislatif maupun Presiden dan Wakil Presiden. “Utamanya pada situasi Covid-19 ini, salah satu potensi problem yang terjadi dalam akurasi data pemilih terutama yang baru memasuki usia 17 tahun dan tambahan daftar pemilih, serta politik sara masih menjadi konsumsi dan juga alat dagang dari para kandidat untuk mengaet pemilih, ini sangat berbahaya persatuan bangsa Indonesia.” Ungkap Tri Hastuti di akun youtube Bawaslu RI, Senin (4/5). Dirinya pun menyoroti perjalanan demokrasi di era digital ini, terjadi maraknya hoax yang jika terus terjadi akan mengurangi kualitas demokrasi itu sendiri. “Disisi lain masih terdapat kurangnya pendidikan pemilih, terutama untuk kelompok pemilih pemula dan pemilih yang belum menentukan pilihan serta problem perempuan dalam Pemilu, yang masih menjadikan perempuan hanya sebagai sasaran vote getter dan sasaran empuk dalam praktik politik.” Pungkasnya. Tri Hastuti pun mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk memperkuat peran masyarakat sipil dalam mengawasi proses penyelenggaraan Pilkada tahun 2020. Peran Milenial dalam Pilkada Sementara Alwan R. Robby dari Kornas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dalam kesempatan yang sama menilai bahwa kebanyakan kalangan milenial di Indonesia masih galau secara politik dan ragu dalam mengambil peran politik. Padahal ia mengatakan banyak peran yang bisa dilakukan oleh kalangan milenial dalam setiap ajang penyelenggaraan Pemilihan. “Dalam peran formal peran Milenial misalnya dapat menjadi Pemantau, Penyelenggara, Pengawas Pemilihan, Tim Kampanye, ataupun bisa menjadi pemilih walaupun itu sebagai selemah-lemahnya peran,” terang Alwan. Masih kata Alwan dalam menjadi pemilih sendiri generasi melenial dihadapkan pada 3 karakter pemilih yakni tipe pemilih mengambang atau pemilih galau, pemilih yang netral cenderung tidak mempunyai keberpihakan, dan pemilih kritis pasif yang cenderung wait dan see dengan perubahan masyarakat. “Atau para milenial juga dapat mengambil peran secara Informal seperti menjadi menjadi relawan Pemantau Pemilihan, dengan bergabung dengan lembaga pemantau yang sudah terakreditasi, walaupun ini kurang diminati karena milenial saat ini orentasinya masih berupa materi,” tuturnya. Dirinya pun berharap karakter dan gagasan generasi milenial untuk berperan dalam penyelenggaraan Pemilihan perlu di dorong dan di rampungkan bersama oleh semua pihak “Sehingga kalangan milenial kita dapat dimanfaatkan sebagai gerakan politik yang efektif dalam upaya membangun demokrasi yang lebih baik,” ujarnya. (*)
Tag
Berita