Sisi Lain Pengawasan Coklit Data Pemilih di Kabupaten Blitar (10-Habis)
|
Ada yang Terpelanting, Ada juga Dikira Debt Collector
Ada saja serba-serbi pengawasan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih. Tak hanya dari segi tantangan medan di Kabupaten Blitar yang bervariasi, dari sisi psikologis masyarakat pemilih pun beraneka ragam. Saat melakukan pengawasan, ternyata ada sebagian masyarakat yang belum mengetahui petugas pengawas dari Panwaslu Kecamatan ataupun Pengawas Kelurahan/ Desa (PKD). Tidak heran jika ada saja cerita lucu dari pengawas. Seperti, dikira debt collector, pendataan bantuan sosial (bansos) petugas kesehatan, sales, sampai dengan dikira mencari pekerjaan.
Ridha Erviana, Staf Humas Bawaslu Kabupaten Blitar
Masa coklit menyisakan banyak cerita bagi jajaran pengawas ad hoc yang bersentuhan langsung dengan masyarakat pemilih. Terlebih dengan kondisi pandemi covid 19 yang belum juga berlalu, ada-ada saja cerita saat panwaslu kecamatan dan PKD melakukan pengawasan. Ada yang dikira debt collector, petugas kesehatan, sales parfum dan kosmetik, polisi, bahkan dikira mencari pekerjaan.
Tantangan medan yang menantang dan jadwal pekerjaan yang padat, bahkan membuat beberapa pengawas ad hoc mengalami kecelakaan di jalan. Syukurlah tidak ada yang serius, namun luka lecet-lecet saja. Keselamatan jiwa para pengawas se-Kabupaten Blitar juga telah di-cover dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Berbagai cerita menjadi torehan pengalaman yang bisa diceritakan kepada anak cucu mereka kelak. Mulai terpelanting di jalanan saat pengawasan, sampai dikira debt collector.
Saat coklit, mereka melakukan tugas pengawasan melekat (waskat), secara langsung menempel kepada petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP). Meski tidak ke seluruh proses coklit, namun sampling dengan ambang batas yang ditentukan Bawaslu.
Kebetulan di masa coklit tersebut berbarengan dengan adanya penyaluran bantuan sosial (bansos) covid 19. Nah, meski para pengawas ini bekerja dengan dilengkapi tanda pengenal pengawas dan seragam pengawas, ternyata sebagian masyarakat ada yang belum paham.
“Sempat dikira mendata bantuan sosial (bansos) covid 19. Bahkan sempat juga warga bilang kok didata lagi. Karena untuk pengawasan dan verifikasi terkadang kami tidak datang berbarengan dengan PPDP. Bermacam-macam tanggapan warga,” kata Mahmuji, salah seorang Panwaslu Kecamatan Kademangan.
Ada juga yang dikira debt collector alias penagih hutang. Dengan perawakan besar dan potongan cepak, Gino, anggota Panwaslu Kecamatan Talun, datang untuk waskat coklit bersama PPDP. Namun, warga malah mengira dia tukang tagih hutang.
“Sempat dikira polisi juga. Padahal kami bertugas juga mengenakan seragam identitas dan tanda pengenal,” kata Gino.
Cerita lucu juga dialami Farikul dari Panwaslu Kecamatan Wates. Untuk waskat coklit ini, seluruh pengawas sudah dilengkapi alat pelindung diri (APD). Mulai dari masker, face shield, dan sarung tangan. Nah, saat mengawasi coklit di perkampungan yang rata-rata ditinggali oleh lanjut usia (lansia) para pengawas dan PPDP bahkan dikira petugas kesehatan yang akan menjemput pasien corona. Gara-garanya semua mengenakan APD.
“Ya akhirnya kami maklum juga. Karena yang dihadapi warga lansia. Malah jadi guyonan di tengah tugas yang padat,” kata Farikul.
Rumah-rumah yang sudah dicoklit, sesuai dengan aturan harus ditempeli stiker. Saat mengecek rumah warga tersebut, ada saja cerita dari pengawas. Ada yang dikira tukang meteran listrik gara-gara mencari letak stiker. Bahkan dikira meminta sumbangan.
“Karena kan bawa lembaran kertas, bawa tas, mungkin seperti orang meminta sumbangan. Untungnya kami selalu melengkapi diri dengan tanda pengenal pengawas,” kata Karno, anggota Panwaslu Kecamatan Wonotirto.
Bahkan adapula gara-gara pakaian necis, parfum wangi semerbak, serta rambut licin karena di-pomade, si pengawas dikira sales parfum dan sales kosmetik. Seperti pengalaman Arki, ketua Panwaslu Kecamatan Doko yang dikira sales parfum. Atau Citra, anggota Panwaslu Kecamatan Selorejo yang dikiran sales kosmetik.
“Walaupun iya saya jualan kosmetik, tapi saat bertugas waskat ya tidak nyambi. Tapi ya saya maklumi, ternyata ada sebagian orang yang belum mengenal kita sebagai pengawas. Justru dengan begini, kami bisa mengajak warga untuk ikut dalam pengawasan partisipatif juga," kata Citra.
Dan seabrek lagi cerita unik dari masing-masing pengawas saat waskat coklit. Selain cerita unik, ada juga yang harus lecet berdarah-darah karena diburu waktu pengawasan coklit, hingga akhirnya terpelanting dari sepeda motor. Farizal, anggota Panwaslu Kecamatan Kademangan, sempat mengalami kecelakaan tunggal saat berangkat dari kantor Panwaslu Kecamatan Kademangan menuju ke lokasi waskat coklit.
“Mungkin saya juga kurang hati-hati, sampai tidak melihat ada ceceran oli di aspal jalan. Alhamdulillah hanya luka ringan,” kata Farizal.
Ya, sekelumit sisi lain pengawasan coklit mulai dari edisi 1 sampai dengan 10 ini merupakan bagian lain dari seabrek tugas pengawasan. Selain harus mengawasi dari sisi teknis, pengawas dituntut cepat dalam mengisi laporan dan kelengkapannya. Dengan begitu segala jenis peristiwa di lapangan ada rekam jejak administrasinya.
Untuk sekadar informasi, Bawaslu Kabupaten Blitar memiliki gerbong pengawas ad hoc panitia pengawas pemilu (Panwaslu) di 22 kecamatan serta 248 pengawas kelurahan/ desa (PKD). Pengawas ad hoc ini adalah mereka yang direkrut Bawaslu dan bertugas hanya pada saat ada tahapan pemilu atau pemilihan. Pada setiap kecamatan ada tiga panwaslu kecamatan yang bekerja dibantu oleh para staf di tiga divisi. Yakni divisi sumber daya manusia (SDM), pengawasan dan hubungan antarlembaga (PHL), serta hukum penanganan pelanggaran-penyelesaian sengketa (HPP-PS). Sedangkan PKD hanya ada satu di setiap kelurahan/desa dan direkrut oleh Panwaslu Kecamatan. Nanti, menjelang pencoblosan, akan direkrut lagi tenaga ad hoc pengawas tempat pemungutan suara (PTPS) yang menjadi ujung tombak Bawaslu di TPS. (*/humas)
Tag
Berita