Pemilu Serentak Tahun 2024 dengan Seabrek Tantangannya, Siapkah?
|
Oleh : Ainun Najib, M. Pd
(Staf Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Blitar)
Hasil Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI dengan Mendagri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI yang dilaksanakan pada hari Senin, 24 Januari 2022 menyepakati, penyelenggaraan pemungutan suara Pemilu serentak (untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota serta Anggota DPD RI) secara resmi dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 14 Februari 2024. Sedangkan untuk pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 27 November 2024. Sebagai upaya tindak lanjut KPU RI telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 21 Tahun 2022 tertanggal 31 Janurai 2022 tentang hari dan tanggal Pemilu 2024. Hal ini, tentu menarik karena menyangkut semua persiapan yang matang dan perlu kehati-hatian, agar dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan serentak Tahun 2024 dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya. Dengan tetap mengedapankan prinsip-prinsip penyelenaggaraan Pemilu yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien. Pada 14 Februarai 2022 Kemarin KPU RI resmi meluncurkan hari dan tanggal Pemungutan Suara Pemilu serentak Tahun 2024. Peluncuruan ini menurut KPU menjadi momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia dan sosialisasi kepada masyarakat, untuk memahami serta ikut berpartisipasi dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu serentak Tahun 2024. Dalam rangka persiapan penyelenggaraan Tahun 2024 ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian bersama terlebih dalam penyelesaian sengketa proses Pertama, adanya perbedaan sumber sengketa proses, hal ini sesuai dalam ketentuan Pasal 143 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 adalah menerima dan mengkaji laporan atau temuan sedangkan dalam ketentuan Pasal 468 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 adalah menerima dan mengkaji permohan penyelesaian sengketa proses pemilu. Kedua tidak ada mekanisme adjudikasi dalam penyelesaian sengketa proses pada pemilihan, hal ini sesuai dalam ketentuan Pasal 143 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 adalah mempertemukan pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat sedangkan dalam ketentuan Pasal 468 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 adalah Pasal 468 ayat (4) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota menyelesaikan sengketa proses Pemilu melalui adjudikasi. Ketiga Perbedaan sifat putusan sengketa proses, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 144 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 adalah Putusan Bawaslu Provinsi dan Putusan Panwas Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa Pemilihan merupakan Putusan bersifat mengikat sedangkan dalam ketentuan Pasal 469 ayat (1) Putusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa proses Pemilu merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat, kecuali putusan terhadap sengketa proses Pemilu yang berkaitan dengan: a. verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu;, b. penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; dan, c. Penetapan Pasangan calon. Beberapa poin di atas, yang menjadi fokus oleh para penyelenggara terlebih Bawaslu dalam rangka memberikan pemahaman terkait penyamaan persepsi berkaitan dengan penyelesaian sengketa proses Pemilu maupun Pemilihan. Untuk itu, adanya perbedaan penyelesaian sengketa proses baik terhadap sumber permohonan, mekanisme adjudikasi dan sifat putusan perlu dibuatkan sebuah regulasi oleh Bawaslu yang diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) sebagai turunan dari Undang-Undang. Hal ini dilakukan guna menghilangkan kesenjangan terhadap pemahaman regulasi mengenai penyelesaian sengketa proses baik dari sisi penyelenggara, Peserta Pemilu dan Masyarakat. Tantangan penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan serentak Tahun 2024 tidak hanya pada ranah penyelesaian hukum. Namun masih banyak lagi yang menjadi fokus perhatian baik dari sisi teknis, pelaksanaan yang berpotensi masih dalam kondisi Pandemi Covid-19, serta dari sisi SDM Penyelenggara Pemilu. Perlu diingat bahwa, pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019 dengan menggunakan lima kotak suara yakni Pilpres, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota menyisakan banyak problem. Satu di antaranya, wafatnya ratusan petugas adhoc serta ribuan petugas yang jatuh sakit pada proses pemungutan hingga penghitungan suara berlangsung. Guna menyelesaikan itu semua, tentu banyak hal yang harus dipersiapkan jauh-jauh hari agar dalam pelaksanaanya kita dapat memberikan yang terbaik. Semua elemen menginginkan bahwa penyelenggaraan pesta demokrasi secara serentak di tahun 2024 mampu memberikan jawaban atas keresahan dan probelmatika dalam pelaksanaan penyelenggaraan sebelum-sebelumnya. Mereka berharap evisiensi waktu dan anggaran dapat berjalan dengan baik, serta kecurangan dalam penyelenggaraam serentak tahun depan dapat diminimalisir dengan baik pula. Banyak harapan dan tugas berat yang diamanahkan kepada penyelenggara untuk melaksanakan dengan baik. Untuk itu, support dan partisipasi dari semua elemen sangat dibutuhkan. Sehingga apa yang menjadi cita-cita bersama terhadap penyelenggaraan Pemungutan Suara Pemilu serentak Tahun 2024 dapat berjalan dengan baik, aman, damai serta menghasilkan pemimpin-pemimpin bangsa yang dapat memajukan Negeri tercinta ini.Tag
Berita
Opini