PEMILU RAMAH ANAK
|
Oleh : Nur Ida Fitria
(Anggota Bawaslu Kabupaten Blitar/ Kordiv SDM dan Organisasi)
ANAK adalah anak, bukan orang dewasa dalam bentuk mini. Dia memiliki dunia sendiri, dunia bermain dan dunia duplikasi. Apa yang dia lihat, dia nalar, akan dia duplikasikan menurut dasar pengetahuan dia sendiri. Anak memiliki hak asasi seperti halnya orang dewasa, hak yang harus dia dapatkan tanpa dia meminta. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 juga dalam Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Hak-hak Anak. Setiap anak berhak atas keberlangsungan hidup dengan tumbuh kembang sesuai tahapan-tahapan usia anak itu sendiri. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa. Tahun ini, Indonesia akan menggelar pesta demokrasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, serta wakil rakyat pada 17 April 2019. Pemilu Serentak 2019 ini, tentunya melalui berbagai tahapan. Salah satunya, tahapan kampanye. Tahap satu ini, paling ramai dan paling menarik untuk dikupas satu per satu. Salah satu larangan dalam kampaye adalah larangan melibatkan anak-anak. Kurang pahamnya orang dewasa akan aturan-aturan inilah, yang menyebabkan orang tua masih sering membawa anaknya ikut dalam kampanye. Dalam situasi riil politik dan perilaku politik saat ini, menyebabkan masih terjadinya penyalahgunaan dan pelanggaran hak anak dalam pelibatan aktivitas kampaye. Hukum jelas telah melarang pelibatan anak dalam kampanye, di antaranya: Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menegaskan larangan mengenai penyalahgunaan anak untuk aktivitas politik dan Pasal 32 ayat (1) huruf k Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2013 menjelaskan pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang memobilisasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang belum memenuhi syarat sebagai Pemilih. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang merupakan badan independen yang bertanggung jawab dalam mengawasi perlindungan anak berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak mencatat 15 pelanggaran terhadap anak dalam pelaksanaan kampanye: (1) memanipulasi data anak yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah agar bisa didaftar menjadi pemilih; (2) menggunakan tempat bermain anak, tempat penitipan anak, dan tempat pendidikan untuk kegiatan kampanye terbuka; (3) memobilisasi massa anak oleh parpol atau caleg; (4) menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih partai atau caleg tertentu; (5) menampilkan anak sebagai bintang utama dari suatu iklan politik; (6) menampilkan anak di atas panggung kampanye parpol dalam bentuk hiburan; (7) menggunakan anak untuk memasang atribut-atribut parpol; (8) menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktik politik uang oleh parpol atau caleg; (9) mempersenjatai anak atau memberikan benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang lain; (10) memaksa, membujuk, atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara; (11) membawa anak ke arena kampanye yang membahayakan anak; (12) melakukan tindak kekerasan atau yang dapat diartikan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara (misal mengecat lambang parpol di bagian tubuh anak); (13) melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi, atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orang tua atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya; (14) memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci caleg atau parpol tertentu; dan (15) melibatkan anak dalam sengketa hasil perhitungan suara. (Liputan6.com, KPAI. 30 Agustus 2018). Deskripsi ini menjelaskan bahwa Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) berperan dalam pengawasan terhadap eksploiasi anak di pelaksanaan kampanye. Perannya antara lain memberikan sanksi kepada pihak yang mengajak anak berkampanye serta melaporkan hal tersebut sebagai sebuah bentuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 280 Ayat (2) huruf K Undang-Undang Pemilu serta di dalam Pasal 15 dan Pasal 76 H Undang-Undang Perlindungan Anak. (*)Tag
Opini