Lompat ke isi utama

Berita

Khawatir Partisipasi Pilkada Menurun, Dewi : Akar Masalahnya Politik Uang dan Ekonomi

Ditulis oleh christina karti... pada Jumat, 24 Juli 2020 - 13:42 WIB   Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengkhawatirkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada 2020 akan berkurang. Alasannya, masyarakat dihadapkan dengan pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi terpuruk. Terlebih, adanya aturan dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengenai politik uang. Menurutnya, pengaturan pemberi dan penerima bisa dikenakan sanksi pidana akan mengurangi partipasi masyarakat untuk mau melaporkan terjadinya politik uang. Dewi memandang salah satu akar masalah dari politik uang adalah persoalan ekonomi. "Ini tantangan berat bagi kita di dalam Pilkada 2020, apakah politik uang ini akan semakin subur, atau politik uang ini bisa berkurang, sangat tergantung pada bagaimana masyarakat memaknai Pilkada di tengah pandemi Covid-19,” ungkap Dewi pada Kuliah Umum Politik Uang Pada Pilkada di Masa Pandemi Covid-19: Sebuah Tinjauan Yuridis, yang digelar Bawaslu Sulawesi Tenggara dan Universitas Muhammadiyah Kendari, Kamis (23/7/2020). Koordinator Divisi Penindakan ini menjelaskan analisisnya terhadap norma politik uang dalam Undang Undang. Dia menerangkan bahwa pengaturan politik uang dalam Undang Undang Pilkada sesungguhnya lebih tegas dan aplikatif daripada Undang Undang Pemilu. Alasannya, lanjut Dewi, antara lain pengaturan subyek setiap orang dapat lebih menjangkau terhadap pelaku politik uang. Sementara subyek seperti pelaksana kampanye, peserta kampanye, tim kampanye, petugas kampanye sangat terbatasi dan menyulitkan dalam pembuktian. Hal ini mengingat harus memastikan terdaftar tidaknya subyek ke KPU sesuai tingkatan. Selanjutnya, pengaturan dalam pilkada tidak membagi bagi perbuatan dalam tahapan tertentu (kampanye, masa tenang, dan pemungutan suara). “Karena pembatasan tahapan akan mempengaruhi proses penanganan pelanggaran, karena bila terjadi diluar tahapan yang disebut UU, maka perbuatan itu tidak bisa diproses, sehingga dapat mengganggu tahapan lain seperti politik uang yang terjadi pada masa rekapitulasi penghitungan perolehan suara,” jelasnya. Lebih lanjut Dewi menjelaskan politik uang sangat berpotensi merusak kemurnian pelaksanaan hak pilih. Pelaku politik uang harus dijerat sanksi yang lebih berat agar menimbulkan efek jera. “Memang salah satu politik hukum pidana kita di pilkada ini ingin memberikan efek jera terhadap pelaku politik uang makanya pengaturan subyek, penghilangan pengaturan di setiap tahapan dan juga sanksi yang berat diharapkan bisa memberikan efek jera pada Pilkada 2020,” kata perempuan asal Palu itu. “Dalam Pilkada, penerima uang atau materi lainnya juga bisa dijerat sanksi pidana, sementara dalam pemilu hanya pemberi yang bisa dijerat. Sehingga diharapkan akan memberikan kewaspadaan kepada masyarakat kita tidak menerima politik uang,” tandasnya. Maka dari itu Dewi mengharapkan peran serta masyarakat, insan akademis dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang bahaya dari politik uang. Editor : Jaa Pradana
Tag
Berita