Coklit Data Pemilih Bukan Urusan Sepele
|
Oleh : Aluk Sanjaya
Staf Divisi Pengawasan, Hubungan Masyarakat, dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kabupaten Blitar
Pada 2020 Kabupaten Blitar menggelar hajatan besar, untuk menentukan posisi kepala daerah pada periode 2020-2025. Yaitu, melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Tentunya dalam gelaran pilkada, tahapan sudah dimulai jauh hari sebelumnya. Tepatnya pada 23 September 2019, dimulai Tahapan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar. Berbeda dengan pilkada yang telah lalu, Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur 2018, posisi pengawas pemilu pada 2018 masih berstatus adhoc bernama Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Blitar (Panwaskab). Kini, lembaga pengawas pemilu telah berstatus tetap dan makin kuat secara kelembagaan, dengan nama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Blitar. Tugasnya, untuk melakukan pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran pemilu dan pilkada. Termasuk di dalamnya, melakukan pengawasan melekat terhadap setiap tahapan pilkada yang dilakukan KPU. Pada Tahapan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan, merupakan tahapan yang paling rawan menurut Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Jawa Timur yang ditentukan oleh Bawaslu Provinsi Jawa Timur. Pasalnya, jika terjadi kekeliruan pada data pemilih, akan memunculkan sederetan masalah pada pilkada nantinya. Oleh sebab itu, Bawaslu memiliki target pengawasan yang lebih intensif pada tahapan ini. Dalam proses pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP), secara aturan Petugas Pemungutan Suara (PPS) yang membentuk PPDP, yang terdiri dari unsur rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), maupun tokoh masyarakat. Pada kenyataannya, PPDP kebanyakan diambil dari tokoh masyarakat yang kinerjanya masih diragukan, dengan tidak mempertimbangkan kesiapan waktu serta kurangnya menguasai wilayah. Ditambah lagi, PPDP lebih banyak diisi oleh orang-orang yang mempunyai kedekatan tertentu dengan perangkat desa. Sehingga dalam hal ini bisa dikatakan kurang maksimalnya peranan PPS dalam proses perekrutan PPDP tersebut. Pada saat pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit), masih ditemukan proses coklit yang hanya dilakukan di atas meja, dan juga pelaksanaan coklit yang dilimpahkan ke orang lain. Seperti terjadi terjadi di wilayah Desa Brongkos, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar, pada saat Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur Tahun 2018. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) Kesamben melaporkan kepada Panwaskab, ditemukan adanya oknum PPDP yang menyerahkan tugas coklit kepada seseorang yang tidak mempunyai surat keputusan (SK). Tentunya hal ini telah melanggar aturan tugas PPDP. Sehingga hasil coklit dianggap tidak sah. Dan harus dilakukan coklit ulang di wilayah tersebut. Adapun kronologi peristiwa bisa diilustrasikan sebagai berikut. Pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur 2018, oknum PPDP yang beralamat di Dusun Kesamben 02/07, Desa Brongkos, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar, memiliki wilayah kerja di tempat pemungutan suara (TPS 07), yang terdiri dari 5 RT. Oknum tersebut menyerahkan tanggung jawabnya sebagai PPDP untuk melakukan coklit di lima RT kepada lima orang yang berbeda. Bahkan, lima orang tersebut ada yang menyerahkan lagi tugas coklit kepada orang lain. Padahal, tugas coklit ini adalah bagian mendasar dan urgen dari tahapan pemutakhiran data, pencocokan dan penelitian. Dengan fakta adanya oknum PPDP yang saling lempar tugas, pada Pilkada 2018, menjadi pekerjaan rumah bagi penyelenggara pilkada, untuk memastikan bahwa coklit harus dilakukan PPDP yang kompeten. Atas kasus yang terjadi di Desa Brongkos, Kecamatan Kesamben, Panwaslu Kabupaten Blitar memberikan surat rekomendasi berupa peringatan keras kepada KPU Kabupaten Blitar. Untuk menindak tegas oknum PPDP bersangkutan dan sekaligus memberikan jawaban tertulis atas perbuatannya. Untuk itu, pada Pilkada Serentak 2020, Bawaslu Kabupaten Blitar menaruh atensi yang tinggi kepada KPU pada pemutakhiran data, pencocokan dan penelitian. Utamanya, dalam proses pembentukan PPDP, hendaknya melibatkan unsur RT dan RW yang benar-benar sudah menguasai wilayah masing-masing, siap dalam hal waktu, dan yang tak kalah penting adalah dalam pembinaan PPDP untuk lebih dimaksimalkan lagi. Sehingga pada saat proses coklit bisa sesuai dengan aturan yang berlaku. Setelah proses coklit yang dilakukan oleh PPDP selesai, PPS harus tetap melakukan koordinasi dengan pemerintahan desa, yang bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan data coklit. Misalnya, orang yang sudah pindah domisili akan tetapi masih dilakukan coklit di alamat asal yang bersangkutan. (*)Tag
Opini