Lompat ke isi utama

Berita

CATATAN RAMADAN 1442 HIJRIYAH BERSAMA BAWASLU BLITAR

 Ramadan ke-20, Merenung Online di Hari Pendidikan

Oleh : Ridha Erviana

  Pandemi covid 19 sudah berumur setahun berada di sekitar kita. Dua kali puasa, dua kali kita berhadapan dengan covid 19. Dengan jangka waktu yang cukup lama, dan menghadapi momen pandemi yang belum berakhir, kita semua berharap semua orang makin bijak menerapkan protokol kesehatan. Tepat hari ini, 2 Mei 2021 pada Ramadan hari ke-20, mungkin tak ada salahnya kita merenung (online) bersama. Sampai kapan pandemi ini berlangsung? Akankah anak-anak atau pelajar menghadapi terus pembelajaran online karena angka penderita covid 19 yang tak kunjung turun? Ya tidak ada salahnya merenung. Walaupun semua sudah ada yang memikirkan dan memangku kebijakannya. Dalam perenungan itu yang nyata muncul adalah sungguh miris sekali dunia pendidikan kita. Sudah dua tahun pelajar belajar dari rumah, dengan semua system yang menyesuaikan dengan pandemi ini. Handphone dan laptop menjadi piranti utama dalam pembelajaran daring. Tapi tidak ada artinya tanpa koneksi internet. Sehingga membutuhkan paket data, pulsa, ataupun jaringan wifi. Jujur, saya belum memiliki pengalaman menyekolahkan anak. Akan tetapi, saya sedang menghadapi permasalahan akankah saya setuju dengan pembelajaran daring atau online atau tatap muka saat harus menyekolahkan anak saya yang bulan depan genap 4 tahun. Dan saat ini, saya tengah berpikir, apakah benar-benar efektif menyekolahkan di pendidikan anak usia dini (PAUD), saat sistem pembelajaran semua dilakukan secara online. Saya semakin overthinking membayangkan urusan pendidikan ini. Sekolah tidak tatap muka, namun para pelajar tingkat SMP – SMA serta dibiarkan berkeliaran ke mana saja, baik itu liburan atau nongkrong bersama teman-temannya. Kontrol orang tua terhadap aktivitas di luar rumah pun kian longgar. Setidaknya jika mereka bersekolah, mereka akan tetap terkontrol dengan jadwal yang pasti. Dengan ironi yang terjadi itu, maka saya berdiri pada pendapat sudah saatnya sekolah melakukan pembelajaran tatap muka. Konsekuensinya adalah, guru dan orang tua harus bekerja sama. Lebih kuat dan lebih berat daripada sebelum pandemi. Guru dan orang tua harus sama-sama menjadi “polisi” bagi anak-anak mereka. Untuk ketat menerapkan protokol kesehatan. Untuk membatasi waktu berkumpul dan berkerumun. Karena entah sampai kapan pandemi ini berlangsung. Dan saya sendiri jengah dengan kalimat sindiran dari kebanyakan orang seperti, “sekolah dilarang, ibadah dilarang, tapi kalau pilkada dan pemilu boleh”.  (*/bersambung)
Tag
Berita
Opini